BEM Surabaya Protes Keras Putusan MK dan Politik Dinasti Jokowi

ilustrasi/Sumber: freepik.com

Jakarta, Wartabrita.com – Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dari kampus-kampus ternama di kota Surabaya menduga Presiden Joko Widodo menggunakan pengaruhnya untuk mempengaruhi putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Hal tersebut berkenaan dengan putusan MK yang pada akhirnya meloloskan putra Jokowi, Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden.

“Menurut saya hari ini presiden Jokowi sudah menggunakan kekuasaannya dengan menjadikan anaknya sebagai cawapres,” kata Wakil Ketua BEM Universitas Negeri Surabaya (Unesa) Hafizh Mohammad Ismi Prakoso dalam keterangan, Senin (20/11/2023).

Dugaan itu dibuktikan dengan putusan Majelis Kehormatan MK yang memvonis ada pelanggaran etika yang serius hingga dipecatnya jabatan Anwar Usman dari ketua MK. Hafizh berpendapat, kekuasaan yang ada pada Jokowi seharusnya dipakai untuk memberikan kebermanfaatan untuk rakyat bukan untuk kepentingan keluarga.

Ketua BEM Universitas Islam Negeri (UIN) Surabaya, Abdul Adim menolak keras adanya permainan atau intrik yang dilakukan oknum yang memiliki kekuasaan dengan cara mengakali konstitusi. Menurutnya, putusan MK terkait batas usia capres-cawapres sudah mencederai demokrasi.

Adim juga menyayangkan, karpet merah yang diberikan kepada Gibran Rakabuming Raka untuk berkontestasi di pemilu 2024 dilakukan dengan cara yang tidak etis. dia melanjutkan, mantan wali kota Solo itu memanfaatkan keistimewaan putra kepala negara.

“Sangat disayangkan jika majunya Gibran terbukti cacat etika,” katanya.

Pengamat politik, Ray Rangkuti menjelaskan bahwa kategori dinasti politik pernah diatur dalam undang-undang nomor 8 tahun 2015 yang akhirnya dibatalkan oleh MK. Dia mengungkapkan, aturan tersebut menyebutkan kalau dinasti politik itu haram hukumnya.

Dia melanjutkan, yang disebut dinasti politik dalam undang-undang nomor 8 tahun 2015 adalah memiliki hubungan darah, ikatan perkawinan dan/atau garis keturunan 1 (satu) tingkat lurus ke atas, ke bawah, dan ke samping dengan petahana, yaitu ayah, ibu, anak, mertua, paman, bibi, kakak, adik, ipar.

Syarat lain dikatakan dinasti politik adalah apabila salah satu dari cabang keluarga tersebut sedang menjabat di jabatan yang bersifat elected official baik Gubernur, Bupati, atau Walikota.

“Oleh karena itu, apa yang dipraktekkan oleh pak Jokowi sekarang ini per definisi ini adalah contoh paling sempurna dari apa yang disebut dinasti politik itu,” katanya.

Dia menambahkan, meskipun undang-undang nomor 8 tahun 2015 tersebut dibatalkan oleh MK, namun secara ide dan moral kategori dinasti politik pernah diatur karena dinasti politik tidak ada untungnya bagi bangsa ini.

“Jika ada yang mengatakan dinasti politik untuk kepentingan bangsa dan negara itu omong kosong, tidak ada buktinya secara faktual. Yang jelas dinasti politik itu hanya akan membawa kepentingan keluarganya,” katanya.

Pos terkait