Persatuan Guru: Seragam Sekolah Mahal Tidak Meningkatkan Mutu Pendidikan

Jakarta, Wartabrita.com — Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) sangat menyesalkan praktik jual beli seragam sekolah yang sangat mahal membebani orang tua siswa seperti yang terjadi di Tulungagung. P2G melontarkan kritik terkait hal tersebut.

Kepala Bidang Advokasi Guru P2G, Iman Zanatul Haeri mengatakan bahwa beragam dan jumlah seragam harus dibeli serta dipakai siswa jelas membebani orang tua. Belum lagi, sambung dia, baju kegiatan ekstrakurikuler lain.

“Kebijakan yang melahirkan pemakaian seragam yang begitu banyak, tidak berkorelasi dengan mutu pendidikan,” kata Iman dalam keterangan di Jakarta, Kamis (27/7).

Dia melanjutkan, fakta tersebut juga membuktikan pendidikan nasional Indonesia masih membebani orang tua siswa karena berbiaya mahal. Selain seragam sekolah, orang tua harus memenuhi kebutuhan sekolah lainnya yaitu sepatu, atribut sekolah lain, tas dan buku.

Semuanya harus dipenuhi ditambah uang pangkal dan SPP khusus sekolah swasta. Dia mempertanyakan korelasi jumlah seragam sekolah dengan peningkatan mutu pendidikan.

“Jangan sampai kita terlalu sibuk mengatur seragam anak, lantas mengorbankan waktu dan tenaga untuk meningkatkan kualitas pendidikan,” tegasnya.

Menurut P2G, biaya seragam yang banyak sudah seharusnya masuk dalam skema pembiayaan BOS dari pusat atau daerah sehingga aturan tersebut harus diperluas. Atau bisa juga dengan skema lain yang dikembangkan oleh Pemda, seperti KJP Plus bagi siswa dari ekonomi tidak mampu di Jakarta.

“Ini perlu dilakukan agar anak dari keluarga tidak mampu betul-betul mendapatkan afirmasi dan perlakuan yang adil dari negara,” katanya.

Selain itu, praktik jual beli seragam dan atribut sekolah lain selalu terjadi karena tingginya “demand” dari orang tua. Pihak sekolah melihat ada peluang bisnis sehingga “demand and supply” terjadi.

Padahal praktik jual beli seragam di sekolah dilarang berdasarkan Permendikbud Nomor 50 Tahun 2022, khususnya pasal 13. Iman menambahkan, komite sekolah sebagai wadah orang tua siswa, baik individu atau kolektif juga dilarang jual beli seragam di sekolah menurut Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 pasal 12 tentang komite sekolah.

P2G mendesak Dinas Pendidikan menyisir sekolah yang melakukan praktik terlarang itu. Dewan Pakar P2G, Anggi Afriansyah mengatakan bahwa sudah bukan rahasia lagi fakta demikian berlangsung di sekolah negeri sejak lama.

“Mengapa praktik itu masih terjadi? Karena tidak adanya pengawasan dan sanksi tegas dari Dinas Pendidikan atau kepala daerah”, katanya.

P2G berpendapat bahwa seharusnya keberadaan pengawas sekolah berperan penting mencegahnya terulang serta bukan malah membiarkan dan menganggap normal. Faktor monitoring yang hanya administratif juga menjadi penyebab, sehingga tidak ada pencegahan atau penindakan praktik jual beli seragam dari pengawas.

Dia melanjutkan, untung saja orang tua berani bicara mengangkat fakta tersebut di media sosial. P2G meminta orang tua dan siswa, jangan takut menyuarakan jika terjadi penyimpangan aturan di sekolah.

P2G juga mendorong Dinas Pendidikan bersikap tegas memberi sanksi sesuai aturan kepada oknum guru, kepala sekolah, pengawas yang terindikasi kuat melakukan praktik jual beli seragam atau yang membiarkannya.

“Pengawas jangan bertindak formalitas dan seremonial saja dalam memantau, mendampingi, memonitoring, dan mengevaluasi sekolah,” katanya.